PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 81/PMK.03/2009
TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
PEMBENTUKAN ATAU
PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh
Dikurangkan Sebagai Biaya;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH
DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA.
Pasal 1
1. Pembentukan atau pemupukan dana
cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu:
a. cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang, yang meliputi:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk:
a) bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional;
b) bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah;
c) bank perkreditan rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan
d) bank perkreditan rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2. cadangan khusus penyisihan pembiayaan
untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu cadangan khusus
penyisihan pembiayaan untuk badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan
rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi:
a) Koperasi
simpan pinjam; dan
b) PT
Permodalan Nasional Madani (Persero);
3. cadangan piutang tak tertagih untuk
sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk
kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);
4. cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;
5. cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan anjak piutang yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka
pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut;
b. cadangan
untuk usaha asuransi, yang meliputi:
1. cadangan premi tanggungan sendiri dan
klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
2. cadangan premi untuk perusahaan
asuransi jiwa;
c. cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk
lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
d. cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan
yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya;
e. cadangan
biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya penanaman
kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan
yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu; dan
f. cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri
dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri.
Pasal 2
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir a) ditetapkan sebagai
berikut:
a. 1%
(satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak
termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara;
b. 5%
(lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
c. 15%
(lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
d. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
e. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 3
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir b) ditetapkan sebagai
berikut:
a. 1%
(satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak
termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan
Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
b. 5%
(lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
c. 15%
(lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
d. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
e. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 4
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir c)
ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Bank Indonesia;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 5
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir d)
ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 6
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 butir
a) ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 7
(1) Besarnya cadangan khusus penyisihan
pembiayaan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a angka 2 butir b) ditetapkan sebagai berikut:
a. 2,5%
(dua setengah persen) dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
b. 5%
(lima persen) dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari baki debet yang digolongkan macet setelah dikurangi
dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah baki debet yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok baki debet yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
(4) Kerugian yang berasal dari pembiayaan
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan khusus
penyisihan pembiayaan.
(5) Dalam hal jumlah cadangan khusus
penyisihan pembiayaan seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan khusus
penyisihan pembiayaan dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai kerugian.
Pasal 8
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a angka 3 ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan
cadangan piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 9
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
angka 4 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo
awal dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan
piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 10
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka
5 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal
dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan
piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 11
Dalam hal Wajib Pajak
secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi,
pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang, besarnya cadangan piutang tak
tertagih yang dapat dibiayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
dan/atau Pasal 10 dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing
usaha.
Pasal 12
(1) Besarnya cadangan premi tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b angka 1 adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi
tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
(2) Cadangan premi tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan premi yang sudah diterima atau
diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang
bersangkutan.
(3) Cadangan premi tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan pada tahun pajak
berikutnya.
Pasal 13
(1) Besarnya cadangan klaim tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b angka 1 adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang
sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan
sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.
(2) Cadangan klaim tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk pada akhir tahun pajak.
(3) Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar
oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim
tanggungan sendiri.
(4) Dalam hal jumlah cadangan klaim
tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya atau sebagian
tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jumlah
kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(5) Dalam hal jumlah klaim tanggungan
sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan
cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.
Pasal 14
(1) Besarnya cadangan premi untuk perusahaan
asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 2 ditentukan
sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
(2) Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding
dengan saldo awal tahun dari cadangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Apabila terjadi pembayaran klaim kepada
tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.
Pasal 15
Besarnya cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf c adalah 80% (delapan puluh persen) dari surplus yang diperoleh Lembaga
Penjamin Simpanan dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun yang
diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan.
Pasal 16
(1) Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk
perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf d adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya
reklamasi.
(2) Cadangan biaya reklamasi untuk
perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan
energi dan sumber daya mineral.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya
reklamasi dengan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih
tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Besarnya cadangan biaya penanaman
kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan
biaya penanaman kembali.
(2) Cadangan biaya penanaman kembali untuk
perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah
biaya penanaman kembali yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan
penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 18
(1) Besarnya cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf f adalah yang sebenarnya
dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah.
(2) Besarnya cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan
penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 19
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
80/KMK.04/1995 tentang Besarnya Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai
Biaya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku
surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 22
April 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar