Rabu, 02 Januari 2013

PAJAK PENGHASILAN 23 :NOMOR SE-58/PJ/2009 TANGGAL 04 JUNI 2009




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-58/PJ/2009 TANGGAL 04 JUNI 2009
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-33/PJ/2009 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA ROYALTI DARI HASIL KARYA SINEMATOGRAFI

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.         Dalam peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta dijelaskan antara lain:
a.         Hak cipta adalah merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.         Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain;
c.         Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer;
d.         Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan;
e.         Pemegang hak cipta atas Karya Sinematografi memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial;
f.          Karya Sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images) antara lain meliputi : film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan;
g.         Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut;
h.         Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu;
i.          Pengertian "mengumumkan atau memperbanyak", termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.
2.         Pemanfaatan hasil Karya Sinematografi dapat dilakukan melalui suatu perjanjian penggunaan hasil Karya Sinematografi, yaitu:
a.         dengan pemindahan seluruh hak cipta tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari;
b.         dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dengan persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk jangka waktu atau wilayah tertentu;
c.         dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaannya dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan pengusaha bioskop; atau
d.         dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain tanpa hak untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya.
3.         Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari penggunaan hasil Karya Sinematografi sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a dan huruf d, tidak termasuk dalam pengertian royalti.
4.         Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari pemberian hak menggunakan hak cipta kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b dan huruf c, termasuk dalam pengertian royalti.
5.         Jumlah royalti sebagaimana dimaksud dalam butir 4 yang menjadi dasar pengenaan Pajak Penghasilan adalah:
a.         sebesar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b; dan
b.         sebesar 10% dari bagi hasil dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c.
6.         Besarnya PPh atas royalti sebagaimana dimaksud dalam butir 5 adalah:
a.         sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan, atau
b.         sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang terkait.
7.         Surat Keputusan Bersama Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan dan Direktur Jenderal Radio-Televisi-Film Departemen Penerangan Nomor
                  KEP-266/PJ.2/1978
            ______________________
            11/KEP/DIRJEN/RTF/1978
            tanggal 23 Maret 1978 tentang Tata-Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Atas Bunga, Dividen dan Royalty (PBDR) Atas Royalty Penggunaan Hak Edar Film lmpor, karena bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan maka surat keputusan tersebut sudah tidak berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tersebut.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal     :           04 Juni 2009

DIREKTUR JENDERAL
            ttd
DARMIN NASUTION

Tidak ada komentar:

Posting Komentar