PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 16/PMK.03/2010
TANGGAL 25 JANUARI 2010
TENTANG
TATA CARA PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT
PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009
tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan
Sekaligus, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan
Sekaligus;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. PERATURAN PEMERINTAH nomor 68 TAHUN
2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5082);
4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun
2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN
JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
2. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak
atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3. Pegawai adalah orang pribadi dalam
negeri yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
4. Uang Pesangon adalah penghasilan yang
dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja
kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
5. Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan
dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun
secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana
pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
6. Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan
yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada
orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
7. Jaminan Hari Tua adalah penghasilan
yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau
keadaan lain yang ditentukan.
8. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja
adalah badan yang ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon
yang selanjutnya membayarkan Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi
kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
9. Pemotong Pajak adalah pemberi kerja,
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana
Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, dan Jaminan Hari Tua.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.
(2) Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh
pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
(3) Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun
yang dibayarkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua
puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat
Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia;
b. Pembayaran
manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara
sekaligus;
c. pengalihan
Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun
membeli anuitas seumur hidup.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat
final sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terutang pada saat dilakukan
pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.
Pasal 3
(1) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar
0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);
b. sebesar
5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
c. sebesar
15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
d. sebesar
25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan atas jumlah kumulatif Uang
Pesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Pasal 4
(1) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar
0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);
b. sebesar
5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
(2) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Pasal 5
(1) Dalam hal terdapat bagian penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang terutang atau dibayarkan pada
tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan
kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
(3) Dalam hal Pegawai tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 6
(1) Dalam
hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang
Pesangon.
(2) Atas pengalihan Uang Pesangon kepada
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara sekaligus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat
final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipotong oleh pemberi kerja.
(4) Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Uang Pesangon kepada Pegawai,
tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pasal 7
(1) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang
Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.
(2) Atas pengalihan Uang Pesangon kepada
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau
berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terutang Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga
Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Uang Pesangon kepada Pegawai,
dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final oleh
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.
Pasal 8
(1) Dalam hal terjadi pengalihan Uang
Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun
membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima
hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
(2) Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun
kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang Pajak Penghasilan Pasal 21
yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja
atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
(4) Pada saat perusahaan asuransi jiwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai,
tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pasal 9
(1) Pemotong Pajak wajib menghitung,
memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua untuk setiap Masa Pajak.
(2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong
oleh Pemotong Pajak untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
(3) Pemotong Pajak wajib melaporkan
pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak
yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(4) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan batas akhir
pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
(5) Pemotong Pajak wajib memberikan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat
dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.
(6) Kewajiban menghitung, memotong,
menyetorkan, dan melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewajiban
memberikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tetap dilakukan
terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0% (nol persen).
(7) Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak,
kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan,
bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan ayat (6) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.
Pasal 10
Dengan berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan ini, pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Uang
Pesangon, Uang Tebusan Pensiun atau Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
atau Jaminan Hari Tua, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun
atau Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang
diperoleh Pegawai sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan
pembayarannya dilakukan sejak tanggal 16 November 2009, berlaku ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan
Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;
2. Tata Cara pengenaan Pajak Penghasilan
Pasal 21 sebagaimana tersebut pada angka 1, berlaku Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 112/KMK.03/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua
atau Jaminan Hari Tua;
3. Saat diperolehnya penghasilan berupa
uang pesangon, uang tebusan pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah pada saat
Pegawai berhenti bekerja.
Pasal 11
Tata cara
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1),
Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1), sesuai contoh sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 12
Pada saat berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
112/KMK.03/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan
Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 25
Januari 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 25
Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 33
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR /PMK.03/ TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT
PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
CONTOH PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PENGHASILAN
BERUPA UANG PESANGON,
UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN
JAMINAN HARI TUA YANG
DIBAYARKAN SEKALIGUS
1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
yang Dibayarkan sekaligus
Pirman Nurjaman
bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Asgar Manah sejak tahun 1980. PT Asgar
Manah telah mengikutkan program pensiun untuk seluruh pegawainya dengan
membentuk Dana Pensiun PT Asgar Manah. Pada bulan Januari 2010, Pirman Nurjaman
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menerima pembayaran Uang Pesangon
sebesar Rp600.000.000,00 dari PT Asgar Manah.
Selain itu, Pirman
Nurjaman berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000,00 dari Dana
Pensiun PT Asgar Manah. Pirman Nurjaman meminta pembayaran sekaligus atas
manfaat pensiun sebesar 20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat
pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana Pensiun PT Asgar Manah membayarkan
Uang Manfat Pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp300.000.000,00 =
Rp 60.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang
terutang atas Uang Pesangon:
0% x Rp50.000.000,00 = Rp
0,00
5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp400.000.000,00 = Rp
60.000.000,00
25% x Rp100.000.000,00 = Rp
25.000.000,00
----------------------
(+)
Jumlah Rp
87.500.000,00
Penghitungan PPh
Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara
sekaligus:
0% x Rp50.000.000,00 = Rp 0,00
5% x Rp10.000.000,00 = Rp 500.000,00
----------------------
(+)
Jumlah Rp 500.000,00
Sedangkan
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat
pensiun yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas
Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Bertahap
Apabila PT Asgar
Manah melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada Pirman Nurjaman secara bertahap
dengan jadwal pembayaran sebagai berikut:
a. Bulan
Januari 2010 Rp240.000.000,00
b. Bulan
Januari 2011 Rp120.000.000,00
c. Bulan
Juli 2011 Rp120.000.000,00
d. Bulan
Januari 2012 Rp120.000.000,00
maka Penghitungan PPh Pasal 21 yang
terutang:
a. Bulan
Januari 2010:
0% x Rp50.000.000,00 = Rp
0,00
5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp140.000.000,00 = Rp21.000.000,00
----------------------
(+)
Rp23.500.000,00
b. Bulan
Januari 2011:
15% x Rp120.000.000,00 = Rp18.000.000,00
c. Bulan
Juli 2011:
15% x Rp120.000.000,00 = Rp18.000.000,00
d. Bulan
Januari 2012:
Oleh karena
pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21
untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2012 adalah Tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Pemotongan PPh 21 pada
bulan Januari 2012 tidak bersifat Final.
Penghitungan PPh Pasal
21 untuk Bulan Januari 2012:
5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
15% x Rp70.000.000,00 = Rp10.500.000,00
----------------------
(+)
Jumlah Rp13.000.000,00
_____________________________________________________________________________________
Salinan sesuai dengan
aslinya, MENTERI
KEUANGAN,
Kepala Biro Umum ttd
u.b. SRI
MULYANI INDRAWATI
Kepala Bagian T.U.
Departemen
ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar