PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 262/PMK.03/2010
TANGGAL 31 DESEMBER 2010
TENTANG
TATA CARA PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA
POLRI, DAN PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN YANG MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA ATAU ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 7 PERATURAN PEMERINTAH nomor 80 TAHUN 2010 tentang
Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang
Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata
Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. PERATURAN PEMERINTAH nomor 80 TAHUN
2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT
NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN YANG
MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAU ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
2. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana
diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
3. Pejabat Negara adalah Pejabat Negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian.
4. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya
disingkat PNS, adalah PNS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
5. Anggota Tentara Nasional Indonesia,
yang selanjutnya disebut Anggota TNI adalah anggota TNI sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian.
6. Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang selanjutnya disebut Anggota POLRI adalah anggota POLRI
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian.
7. Pensiunan adalah orang pribadi yang
menerima atau memperoleh imbalan atas pekerjaan yang dilakukan di masa lalu
sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI, termasuk janda
atau duda dan/atau anak-anaknya.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB II
PENGHASILAN YANG
DIKENAI PPh PASAL 21
Pasal 2
(1) PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD
ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD.
(2) Penghasilan tetap dan teratur setiap
bulan yang menjadi beban APBN atau APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:
a. Pejabat
Negara, untuk:
1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya
tetap dan teratur setiap bulan; atau
2) imbalan tetap sejenisnya,
yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. PNS,
Anggota TN!, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya
tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. Pensiunan,
untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap
bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Termasuk dalam pengertian gaji, uang
pensiun, dan tunjangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah gaji,
uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).
Pasal 3
Atas penghasilan
selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau
APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat final, tidak termasuk biaya perjalanan
dinas.
Pasal 4
Dalam hal penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan
honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 diterima dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan
pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembayaran penghasilan tersebut.
BAB III
DASAR PENGENAAN PPh PASAL
21
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) adalah Penghasilan Kena Pajak.
(2) Besarnya Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penghasilan neto
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(3) Besarnya Penghasilan neto sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota
POLRI ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur
setiap bulan dikurangi dengan:
a. biaya
jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
tentang biaya jabatan; dan
b. iuran
yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
atau Anggota POLRI kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
(4) Besarnya penghasilan neto sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bagi pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan biaya pensiun
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang biaya
pensiun.
Pasal 6
Dasar pengenaan PPh
Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 adalah penghasilan bruto.
Pasal 7
(1) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
per tahun adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyesuaian besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(2) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
bagi wanita berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. bagi
wanita kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri;
b. bagi
wanita tidak kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri
ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang.
(3) Dalam hal wanita kawin sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah
Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak untuk keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
orang.
(4) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
BAB IV
TARIF PEMOTONGAN
PAJAK DAN PENERAPANNYA
Pasal 8
(1) Tarif pajak berdasarkan Pasal 17 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai
dasar penerapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan ke bawah
hingga ribuan rupiah penuh.
(3) Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang
harus dipotong setiap Masa Pajak, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak
terakhir, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan atas
perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah jumlah gaji, uang
pensiun, dan tunjangan yang dibayarkan setiap bulan dikalikan 12 (dua belas);
b. dalam
hal terdapat pembayaran penghasilan seperti gaji, uang pensiun, dan tunjangan
ke-13 (ketiga belas), serta rapel gaji dan/atau tunjangan maka perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah
pada huruf a ditambah dengan jumlah gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13
(ketiga belas) serta rapel gaji dan/atau tunjangan.
(4) Masa Pajak terakhir sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah Masa Pajak tertentu dimana Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, atau Anggota POLRI terakhir bekerja.
(5) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong
untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah:
a. atas
penghasilan seperti gaji, uang pensiun, dan tunjangan yang dibayarkan setiap
bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagi 12 (dua belas);
b. atas
penghasilan seperti gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas)
serta rapel gaji dan/atau tunjangan adalah sebesar selisih antara Pajak
Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
(6) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI atau Anggota POLRI mulai bekerja sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI
atau Anggota POLRI setelah bulan Januari, banyaknya bulan yang menjadi faktor
pengali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau faktor pembagi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak
yang bersangkutan mulai bekerja atau mulai pensiun.
(7) Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong
untuk Masa Pajak Desember adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang
atas seluruh Penghasilan Kena Pajak selama 1 (satu) tahun takwim dengan
akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya
dalam tahun takwim yang bersangkutan.
(8) Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong
untuk Masa Pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang
atas seluruh Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan dengan akumulasi PPh
Pasal 21 yang terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim
yang bersangkutan.
(9) Tidak termasuk dalam akumulasi PPh Pasal
21 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) adalah
tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
(10) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI atau Anggota POLRI menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan
teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, maka
penghitungan PPh Pasal 21 atas tambahan penghasilan tersebut harus
memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang
diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI yang
bersangkutan.
Pasal 9
Tarif PPh Pasal 21
atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN
atau APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, adalah sebagai berikut:
a. sebesar 0% (nol persen) dari
penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
b. sebesar 5% (lima persen) dari
penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;
c. sebesar 15% (lima belas persen) dari
penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Pasal 10
(1) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar
20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dan dipotong dari
penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya.
(3) Pengenaan tambahan PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh bendahara pemerintah dalam
hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya belum
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak pada saat permintaan pembayaran penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan diajukan.
(4) Pemotongan atas tambahan PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh bendahara pemerintah pada
saat pembayaran penghasilan tetap dan teratur yang diterima setiap bulan.
(5) Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak
dibuktikan oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya dengan memberikan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak kepada
bendahara pemerintah.
(6) Bagi wanita kawin yang tidak memilih
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, kepemilikan Nomor
Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan
memberikan:
a. fotokopi
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi surat nikah; atau
b. fotokopi
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak diri sendiri dengan kode keluarga dari Nomor
Pokok Wajib Pajak suami,
kepada bendahara pemerintah.
BAB V
KEWAJIBAN PEMOTONGAN
PAJAK
Pasal 11
(1) Bendahara pemerintah yang melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 adalah bendahara pengeluaran pada kementerian/lembaga,
pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota.
(2) Bendahara pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mendaftarkan
diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
perpajakan; dan
b. menghitung,
memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap
Masa Pajak.
(3) Kewajiban menghitung, memotong, dan
melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap dilakukan terhadap
penghasilan yang dikenai tarif PPh Pasal 21 sebesar 0% (nol persen).
(4) Ketentuan mengenai kewajiban untuk
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada Masa
Pajak yang bersangkutan nihil.
Pasal 12
(1) Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 bagi
Pensiunan dilakukan oleh badan yang ditunjuk sesuai peraturan
perundang-undangan untuk melakukan pembayaran penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) berlaku bagi badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 13
(1) Dalam hal dalam suatu Masa Pajak terjadi
kelebihan perhitungan atas PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah, kelebihan
PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah tersebut diperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah pada bulan berikutnya melalui Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
(2) Dalam hal dalam suatu Masa Pajak terjadi
kesalahan pemotongan atas PPh Pasal 21 yang bersifat Final dari penghasilan
berupa honorarium atau imbalan lain sehingga terdapat kelebihan penyetoran PPh
Pasal 21 yang bersifat final, kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat
final tersebut dikembalikan sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
Pasal 14
(1) Bendahara pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah
kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya paling
lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
(2) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI dan Anggota POLRI berhenti bekerja sebelum berakhirnya tahun kalender,
bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti
bekerja.
(3) Bendahara pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas
penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun paling lama
pada akhir bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut.
Pasal 15
(1) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh
Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang
ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib disetor ke Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk Menteri Keuangan, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Bendahara pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap
Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh
Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 terdaftar, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
PENERIMA PENGHASILAN
Pasal 16
(1) Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
Anggota POLRI, dan Pensiunan wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah
tanggungan keluarga pada:
a. awal
tahun kalender;
b. saat
mulai menjadi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI;
c. saat
mulai pensiun,
sebagai dasar penentuan Penghasilan
Tidak Kena Pajak dan wajib menyerahkannya kepada bendahara pemerintah.
(2) Apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, atau Anggota POLRI berhenti bekerja, pindah, atau pensiun pada bagian
tahun kalender, maka Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tempat bekerja yang
lama wajib menyampaikan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) kepada Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12:
a. tempat
bekerja yang baru dalam hal yang bersangkutan pindah kerja;
b. yang
membayar uang pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai pensiun;
paling lama 1 (satu) bulan setelah
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI berhenti bekerja, pindah,
atau pensiun.
Pasal 17
PPh Pasal 21 yang
ditanggung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan PPh
Pasal 21 yang dipotong dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang atas seluruh penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Pasal 18
Dalam hal Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan bersifat
final, di luar penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban
APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Tata cara
penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan honorarium atau imbalan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI,
Anggota POLRI, dan Pensiunannya sesuai petunjuk umum dan contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 20
Dengan berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan ini, atas permintaan pembayaran penghasilan tetap
dan teratur untuk bulan Januari 2011 yang telah dilakukan pemrosesan pada bulan
Desember 2010, pengenaan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 45 TAHUN 1994 tentang Pajak
Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan Atas Penghasilan yang
Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah beserta peraturan
pelaksanaanya.
Pasal 21
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
636/KMK.04/1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para
Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 22
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangannya Peraturan Menteri Keuangan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31
Desember 2010
MENTERI KEUANGAN
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 31
Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 601
LAMPIRAN
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI DAN
PENSIUNANNYA ATAS PENGHASILAN YANG MENJADI BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA ATAU ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PETUNJUK UMUM DAN
CONTOH PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 BAGI
PEJABAT NEGARA, PNS,
ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA
ATAS PENGHASILAN YANG
MENJADI BEBAN APBN ATAU APBD
BAGIAN PERTAMA :
PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL
21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
A. Penghitungan
masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang
untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain
Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir;
B. Penghitungan
kembali sebagai dasar pengisian 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir.
Penghitungan pada Masa
Pajak Desember dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota
POLRI yang bekerja sampai akhir tahun takwim dan bagi Pensiunan yang menerima
penghasilan pensiun sampai akhir tahun takwim.
Penghitungan pada Masa
Pajak terakhir dilakukan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota
POLRI yang berhenti bekerja atau memasuki masa pensiun.
I.A. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain
Masa Pajak Desember atau Masa Pajak Terakhir:
I.A.1 Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI
a. untuk menghitung PPh Pasal 21 atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan, terlebih dahulu dihitung seluruh
penghasilan bruto yang diterima selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji dan
tunjangan;
b. selanjutnya dihitung jumlah penghasilan
neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan
dengan biaya jabatan dan iuran pensiun;
c. selanjutnya dihitung penghasilan neto
setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12 (dua belas);
d. dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, atau Anggota POLRI mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan
neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan
banyaknya bulan sejak Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI
mulai bekerja sampai dengan bulan Desember;
e. selanjutnya dihitung Penghasilan Kena
Pajak yaitu sebesar Penghasilan neto setahun sebagaimana dimaksud pada hurut c
atau hurut d, dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
f. PPh Pasal 21 terutang atas perkiraan
penghasilan setahun dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap
Penghasilan Kena Pajak;
g. selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 yang
ditanggung oleh Pemerintah sebulan, yaitu:
1) jumlah PPh Pasal 21 terutang atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c dibagi dengan 12 (dua belas);
2) jumlah PPh Pasal 21 terutang atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf d dibagi banyaknya bulan yang
menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada huruf d.
I.A.2 Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima penerima pensiun pada
tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:
1) terlebih dahulu dihitung penghasilan
neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang
bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;
2) selanjutnya penghasilan neto pensiun
sebagaimana tersebut pada angka 1) ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun
yang bersangkutan yang diterima sebelum Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau
Anggota POLRI pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh
Pasal 21 sebelum pensiun;
3) untuk menghitung Penghasilan Kena
Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2) tersebut dikurangi dengan PTKP, dan
selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;
4) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam
tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam
angka 3) dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari Bendahara sebelum Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
5) PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh
Pemerintah sebulan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam angka 4)
dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima penerima pensiun pada
tahun kedua dan seterusnya adalah sebagai berikut:
1) terlebih dahulu dihitung penghasilan
neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun;
2) selanjutnya dihitung perkiraan
penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12
(dua belas);
3) untuk menghitung Penghasilan Kena
Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2) tersebut dikurangi dengan PTKP, dan
selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak tersebut;
4) selanjutnya dihitung PPh Pasal 21
sebulan, yang ditanggung oleh Pemerintah, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21
setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 3) dibagi dengan 12
(dua belas);
I.A.3 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji, Uang
Pensiun, dan Tunjangan Ke-13 (Ketiga belas) atau Rapel Gaji dan/atau Tunjangan
a. Apabila kepada Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan diberikan Gaji, Uang Pensiun, dan
Tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau rapel gaji dan/atau tunjangan, maka PPh
Pasal 21 dihitung dengan cara sebagai berikut:
1) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan
berupa gaji uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).
2) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan
tetap dan teratur setiap bulan yang disetahunkan tanpa gaji dan tunjangan ke-13
(ketiga belas) atau uang pensiun dan tunjangan ke-13 (ketiga belas).
3) selisih antara PPh Pasal 21 menurut
penghitungan angka 1) dan angka 2) adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa
gaji dan tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau uang pensiun dan tunjangan ke-13
(ketiga belas).
b. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan baru mulai bekerja/Pensiun setelah bulan
Januari, maka PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan ke-13 (ketiga belas) atau
Uang Pensiun dan Tunjangan ke-13 (Ketiga Belas) tersebut dihitung dengan cara
sebagaimana pada huruf a dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan
PPh Pasal 21 Bulanan atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan pada butir
I.A.1 huruf b angka 2), 4) dan 5) di atas.
c. Apabila kepada Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunan dibayar (rapel gaji), maka PPh Pasal
21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagaimana dimaksud pada huruf a.
I.A.4 Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan
yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari
pembayaran gaji.
Dalam
hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan
yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji kepada seorang Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI, baik karena ditugaskan pada Satuan Kerja
lain atau adanya tambahan tunjangan tertentu, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan
cara sebagai berikut:
a. Bendahara yang membayarkan gaji pokok
melakukan perhitungan PPh Pasal 21 sesuai dengan petunjuk sebagaimana dimaksud
dalam butir I.A.1 dan/atau I.A.3.
b. Bendahara yang membayarkan tambahan
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan melakukan perhitungan PPh Pasal 21
sebagai berikut:
1) dihitung PPh Pasal 21 atas keseluruhan
penghasilan tetap dan teratur yang diterima setiap bulan yang disetahunkan,
baik atas gaji sebagaimana dimaksud pada huruf a maupun atas tambahan
penghasilan.
2) PPh Pasal 21 yang terutang atas
tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan adalah
sebesar selisih antara PPh Pasal 21 yang dihitung sebagaimana dimaksud pada
butir 1) dengan PPh Pasal 21 yang dihitung sebagaimana dimaksud pada huruf a.
I.B. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada
Masa Pajak Desember
Penghitungan
PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Desember adalah sebagai berikut:
a. Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas
seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun
kalender yang bersangkutan.
b. PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak
Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender
yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang
telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai
dengan Masa Pajak November.
c. apabila dalam PPh Pasal 21 yang telah
dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan
Masa Pajak November terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% lebih tinggi
daripada tarif PPh umum karena belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21
yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
sampai dengan Masa Pajak November sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak
termasuk tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% tersebut.
I.C. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada
Masa Pajak Terakhir
Penghitungan
PPh Pasal 21 terutang pada Masa Pajak terakhir adalah sebagai berikut:
a. Dihitung PPh Pasal 21 terutang atas
seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun
kalender yang bersangkutan yang disetahunkan.
b. PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak
terakhir adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima dalam tahun kalender
yang bersangkutan yang disetahunkan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan
PPh Pasal 21 yang telah dihitung tiap Masa Pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
II. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL
21 SELAIN PENGHASILAN PADA BUTIR I BERUPA HONORARIUM ATAU IMBALAN LAIN DENGAN
NAMA APAPUN
a. PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif PPh Final atas jumlah penghasilan
bruto untuk setiap kali pembayaran.
b. Tarif
PPh Final diterapkan dengan memperhatikan golongan dari PNS dan golongan
pangkat bagi Anggota TNI dan Anggota POLRI.
c. Dalam
hal jumlah penghasilan bruto atas honorarium atau imbalan lain sebagaimana
dimaksud pada huruf a tidak dapat dipisahkan dari jumlah pembayaran lainnya
sehubungan dengan pembayaran yang bersifat lump sum maka besarnya penghasilan
bruto yang menjadi dasar penerapan tarif PPh Final adalah sebesar jumlah
seluruh pembayaran lump sum tersebut.
BAGIAN KEDUA : CONTOH
PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
I. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK
PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN
I.A. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, dan Anggota POLRI, Selain Masa Pajak Desember dan Masa Pajak
Terakhir:
I.A.1 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang Bekerja dari Januari sampai
dengan Desember.
Aprinta,
Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin,
mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor Pelayanan
Pemerintahan A (KPP A), menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
sebagai berikut:
Gaji Pokok Rp
2.244.500,00
Tunjangan
Istri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Jabatan Rp 540.000,00
Tunjangan
Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00 +
-------------------------
Jumlah
penghasilan bruto Rp
3.296.773,00
Penghitungan
PPh Pasal 21 bulanan untuk bulan Januari s.d November:
Gaji Pokok Rp 2.244.500,00
Tunjangan
Istri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Jabatan Rp 540.000,00
Tunjangan
Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00 +
-----------------------
Jumlah
penghasilan bruto Rp
3.296.773,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5%
X Rp 3.296.773,00 = Rp
164.839,00
2. Iuran pensiun
4,75%
X Rp 2.558.730,00 = Rp
121.540,00 +
----------------------
Rp 286.379,00 -
---------------------
Penghasilan
neto Rp 3.010.394,00
Penghasilan
neto disetahunkan:
12 x Rp
3.010.394,00 Rp
36.124.728,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan
(3
x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
------------------------
Rp
21.120.000,00 -
------------------------
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
15.004.728,00
Pembulatan Rp
15.004.000,00
PPh Pasal 21
atas gaji setahun
5% x Rp
15.004.000,00 = Rp 750.200,00
PPh Pasal 21
atas gaji sebulan
Rp
750.200,00 : 12 = Rp 62.516,00
Catatan:
1. PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan
sebesar Rp62.516,00 Ditanggung Pemerintah.
2. Apabila Aprinta belum memiliki NPWP
maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan adalah:
120%
x Rp62.516,00 = Rp75.019,00
Atas
tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp12.503 (Rp75.019,00-Rp62.516,00) tidak
Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari gaji
dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke Kas Negara.
I.A.2 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang mulai bekerja dalam
tahun berjalan
Hapid
Abdul Goffar merupakan pejabat negara pada sebuah lembaga negara yang baru
diangkat pada bulan Juli 2010, telah menikah dengan 4 orang tanggungan anak dan
telah memiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan statusnya
sebagai pejabat negara:
Gaji
Kehormatan Rp
10.000.000,00
Tunjangan
Istri Rp 1.000.000,00
Tunjangan
Anak Rp 400.000,00
Tunjangan
Jabatan Rp
10.000.000,00
Perhitungan
PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak November 2010
dihitung sebagai berikut:
Gaji Kehormatan Rp
10.000.000,00
Tunjangan Istri Rp 1.000.000,00
Tunjangan Anak Rp 400.000,00
Tunjangan Jabatan Rp
10.000.000,00 +
-------------------------
Jumlah penghasilan bruto Rp
21.400.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp
21.400.000,00 atau maksimum
Rp500.000
per bulan = Rp 500.000,00
2. Iuran pensiun
4,75% X
Rp11.400.000,00 = Rp 541.500,00 +
----------------------
Rp 1.041.500,00 -
------------------------
Penghasilan
neto Rp 20.358.500,00
Penghasilan
neto setahun:
6 x Rp
20.358.500,00 Rp
122.151.000,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
- status WP Kawin Rp
1.320.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan
(3
x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00
----------------------
+
Rp 21.120.000,00 -
-------------------------
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
101.031.000,00
PPh
Pasal 21 atas gaji setahun
5% x Rp
50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15%
x Rp 51.031.000,00 = Rp 7.654.650,00
-----------------------
Rp 10.154.650,00
PPh
Pasal 21 atas gaji sebulan
Rp
10.154.650,00 : 6 = Rp 1.692.442,00
I.A.3 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji
dan Tunjangan Ke-13 atau Uang Pensiun dan Tunjangan Ke-13
Apabila
Aprinta sebagaimana contoh I.A.1 pada bulan Juli 2010 menerima gaji dan
tunjangan ke-13, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13
adalah sebagai berikut:
Gaji dan
tunjangan bulan Juli 2010:
Gaji Pokok Rp
2.244.500,00
Tunjangan
lstri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Jabatan Rp 540.000,00
Tujangan
beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00 +
------------------------
Jumlah Gaji
dan tunjangan bulan Juli 2010 Rp 3.296.773,00
Penghasilan
disetahunkan:
12 x Rp
3.296.773,00 Rp
39.561.276,00
Gaji dan
tunjangan Ke-13:
Gaji Pokok Rp
2.244.500,00
Tunjangan
Istri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Jabatan Rp 540.000,00
Pembulatan Rp 40,00 +
------------------------
Jumlah Gaji
dan tunjangan Ke-13 Rp 3.098.770,00
----------------------
Jumlah
Penghasilan bruto setahun Rp
42.660.046,00
Pengurangan
Biaya
Jabatan
5% X Rp
42.660.046,00 = Rp 2.133.002,00
Iuran
pensiun
12 x 4,75% X
Rp 2.558.730,00 = Rp 1.458.476,00 +
----------------------
Rp 3.591.478,00 -
-----------------------
Penghasilan
neto setahun Rp
39.068.568,00
PTKP (K/3)
untuk Wajib
Pajak Rp
15.840.000,00
status WP
Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3
orang tanggungan
(3 x
Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
-------------------------
Rp
21.120.000,00 -
------------------------
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
17.948.568,00
Pembulatan Rp
17.948.000,00
PPh Pasal 21
setahun atas seluruh penghasilan:
5% x Rp
17.948.000,00 = Rp 897.400,00
PPh Pasal 21
atas gaji dan tunjangan ke-13:
Rp
897.400,00 – Rp 750.200,00 = Rp 147.200,00
Catatan:
1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji
dan tunjangan ke-13 sebesar Rp147.200,00 Ditanggung Pemerintah.
2. Apabila Aprinta belum memiliki NPWP
maka besarnya PPh yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 adalah:
120%
x Rp147.200,00 = Rp176.640,00
Atas
tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp29.440,00 (Rp176.640,00-Rp147.200,00)
tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari
gaji dan tunjangan Aprinta dan menyetorkannya ke Kas Negara.
3. Apabila terdapat pembayaran rapel atas
kenaikan gaji atau pembayaran atas kekurangan gaji dan tunjangan maka tata cara
perhitungan atas rapel tersebut disamakan dengan perhitungan PPh Pasal 21 atas
gaji dan tunjangan ke-13.
I.A.4 Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang menerima tambahan penghasilan
yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari
pembayaran gaji.
Apabila
Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, ditugaskan pada Kantor Inspeksi Pemerintahan
B (KIP B) sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan oleh KPP A dan di
KIP B dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp540.000,00 per bulan oleh
Bendahara Pengeluaran KIP B, maka perhitungan PPh Pasal 21 di KPP A dan KIP B
adalah:
PPh Pasal 21
di KPP A:
Gaji Pokok Rp
2.244.500,00
Tunjangan
Istri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00 +
------------------------
Jumlah
penghasilan bruto Rp
2.756.773,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5%
X Rp 2.756.773,00 = Rp
137.839,00
2. Iuran pensiun
4,75%
X Rp 2.558.730,00 = Rp 121.540,00 +
---------------------
Rp 259.379,00 -
---------------------
Penghasilan
neto Rp 2.497.394,00
Penghasilan
neto disetahunkan:
12 x Rp
2.497.394,00 Rp
29.968.728,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
- status WP Kawin Rp
1.320.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan
(3
x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
-------------------------
Rp
21.120.000,00 -
------------------------
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
8.848.728,00
Pembulatan Rp 8.848.000,00
PPh Pasal 21
setahun
5% x Rp
8.848.000,00 = Rp 442.400,00
PPh Pasal 21
atas gaji sebulan
Rp
442.400,00 : 12 = Rp
36.866,00
PPh Pasal 21
di KIP B:
Penghasilan
dari KPP A:
Gaji Pokok Rp
2.244.500,00
Tunjangan Istri Rp 224.450,00
Tunjangan
Anak Rp 89.780,00
Tunjangan
Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00 +
------------------------
Jumlah
penghasilan Rp
2.756.773,00
Penghasilan
dari KIP B
Tunjangan
Jabatan Rp 540.000,00 +
-----------------------
Jumlah
Penghasilan Rp
3.296.773,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5%
X Rp 3.296.773,00 = Rp
164.839,00
2. Iuran pensiun
4,75%
X Rp 2.558.730,00 = Rp
121.540,00+
-----------------------
Rp 286.379,00 -
-----------------------
Penghasilan
neto Rp 3.010.394,00
Penghasilan
neto disetahunkan:
12 x Rp
3.010.394,00 Rp
36.124.728,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3
orang tanggungan
(3 x
Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
-------------------------
Rp
21.120.000,00 -
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
15.004.728,00
Pembulatan Rp
15.004.000,00
PPh Pasal 21
atas gaji dan tunjangan setahun
5% x Rp
15.004.000,00 = Rp
750.200,00
PPh Pasal 21
setahun yang terutang di KPP A Rp 442.400,00 -
------------------------
PPh Pasal 21
terutang di KIP B setahun Rp 307.800,00
PPh Pasal 21
terutang di KIP B sebulan:
Rp307.800 :
12 = Rp25.650
Catatan:
1. PPh Pasal 21 per bulan yang terutang
atas gaji dan tunjangan di KPP A adalah sebesar Rp36.866,00
2. PPh Pasal 21 per bulan yang terutang
atas tunjangan jabatan yang dibayarkan di KIP B adalah sebesar Rp25.650,00
3. Contoh perhitungan I.A.4 ini juga
diberlakukan apabila pembayaran tunjangan tambahan yang bersifat tetap dan
teratur setiap bulan dan pembayaran gaji dilakukan oleh bendahara yang sama
tetapi pengajuan pembayarannya terpisah.
I.B. Penghitungan
PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak Desember
Penghitungan
PPh Pasal 21 Masa Desember untuk Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, yang
menerima gaji dan tunjangan ke-13 pada bulan Juli sebagaimana contoh I.A.3,
adalah sebagai berikut:
Penghasilan dari Januari
sampai dengan Desember:
Gaji Pokok Rp
26.934.000,00
Tunjangan Istri Rp 2.693.400,00
Tunjangan Anak Rp 1.077.360,00
Tunjangan Jabatan Rp 6.480.000,00
Tunjangan Beras Rp 2.376.000,00
Pembulatan Rp 516,00
Gaji dan tunjangan ke-13 Rp 3.098.770,00 +
-------------------------
Jumlah penghasilan bruto
setahun Rp
42.660.046,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp 42.660.046,00 = Rp2.133.002,00
Iuran pensiun
12 x 4,75% X Rp
2.558.730,00 = Rp1.458.476,00 +
--------------------
Rp 3.591.478,00 -
-----------------------
Penghasilan neto setahun Rp
39.068.568,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
tambahan 3 orang
tanggungan
(3 x Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
-----------------------
Rp
21.120.000,00
----------------------
Penghasilan Kena Pajak
(PKP) Rp
17.948.568,00
Pembulatan Rp
17.948.000,00
PPh Pasal 21 terutang
setahun (Januari s.d. Desember):
5% x Rp17.948.000,00 = Rp
897.400,00
PPh Pasal 21 atas gaji
dan tunjangan terutang
Januari s.d. November
: 11 x Rp 62.516,00 = Rp 687.676,00
PPh Pasal 21 atas gaji
dan tunjangan ke-13: Rp 147.200,00+
-------------------------
Jumlah PPh Pasal 21
terutang Januari s.d. November Rp 834.876,00
PPh Pasal 21 terutang
Masa Desember:
Rp 897.400,00 - Rp
834.876,00 = Rp 62.524
Catatan:
1. Apabila PPh Pasal 21 yang terutang
untuk Masa Januari s.d. November terdapat tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20%
karena belum memiliki NPWP, maka tambahan PPh Pasal 21 tersebut tidak boleh
menjadi pengurang atas PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember.
2. Bendahara pengeluaran harus membuat
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) untuk setiap tahun Pajak paling lama
akhir bulan Januari Tahun berikutnya.
I.C. Penghitungan
PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa PajakTerakhir
Apabila
Aprinta sebagaimana contoh I.A.1, akan memasuki usia pensiun pada bulan Juni,
maka perhitungan PPh Pasal 21 pada bulan Mei adalah sebagai berikut:
Penghasilan
dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei:
Gaji Pokok Rp
11.222.500,00
Tunjangan Istri Rp 1.122.250,00
Tunjangan Anak Rp 448.900,00
Tunjangan Jabatan Rp 2.700.000,00
Tunjangan Beras Rp 990.000,00
Pembulatan Rp 215,00 +
-------------------------
Jumlah penghasilan bruto Rp
16.483.865,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp
16.483.865,00 = Rp 824.193,00
2. Iuran pensiun
4,75% X Rp
12.793.650,00 = Rp 607.698,00 +
----------------------
Rp 1.431.891,00 -
-------------------------
Penghasilan neto Rp
15.051.974,00
Penghasilan neto
disetahunkan:
12/5 x Rp 15.051.974,00 Rp
36.124.737,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp
15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan
(3 x
Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
Rp
21.120.000,00 -
------------------------
Penghasilan Kena Pajak
(PKP) disetahunkan Rp
15.004.737,00
Pembulatan Rp
15.004.000,00
PPh Pasal 21
disetahunkan
5% x Rp 15.004.000,00 = Rp
750.200,00
PPh Pasal 21 terutang:
Rp 750.200,00 x 5/12 = Rp 312.583,00
PPh Pasal 21
terutang Masa Pajak Mei = PPh Pasal 21 terutang - jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April
= Rp 312. 583,00 - (Rp 62.516,00 x 4)
= Rp 62.519,00
Catatan:
a. Bendahara harus menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) paling lama akhir bulan Juni.
b. Aprinta harus menyerahkan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) kepada PT Taspen untuk diperhitungkan dalam
penentuan PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun.
I.D. Contoh
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang pensiun mulai Masa
Pajak Januari
Raisita Agus seorang
Pensiunan PNS status menikah dengan tanggungan 1 orang anak, telah memiliki
NPWP. Setiap bulan Toto Subroto menerima Uang Pensiun sebesar Rp 2.500.000,00.
Penghitungan PPh Pasal
21 adalah sebagai berikut:
Uang Pensiun Rp
2.500.000,00
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00 = Rp 125.000,00
---------------------
Penghasilan neto Rp
2.375.000,00
Penghasilan Neto
Setahun:
12 x Rp 2.375.000,00 Rp
28.500.000,00
PTKP (K/1)
- untuk Wajib Pajak Rp
15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
- tambahan 1 orang tanggungan
(1 x Rp
1.320.000,00) Rp 1.320.000,00 +
-------------------------
Rp
18.480.000,00 -
------------------------
Penghasilan
Kena Pajak (PKP) Rp
10.020.000,00
PPh Pasal 21
5% x Rp 10.020.000,00 = Rp
501.000,00
PPh Pasal 21 atas Uang
Pensiun sebulan
Rp 501.000,00 : 12 = Rp 41.750,00
I.E. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 bagi
Pensiunan yang menerima uang pensiun dalam tahun berjalan
Aprinta
sebagaimana contoh I.C, yang memasuki usia pensiun pada bulan Juni, mulai bulan
Juni menerima Uang Pensiun sebesar Rp 2.500.000,00. Perhitungan PPh Pasal 21
atas Uang Pensiun tersebut adalah sebagai berikut:
Uang Pensiun Rp 2.500.000,00
Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 2.500.000,00 = Rp 125.000,00 -
------------------------
Penghasilan neto Rp 2.375.000,00
Perkiraan Penghasilan
neto 7 bulan Rp
16.625.000,00
Penghasilan neto
sebelumnya (1721-A2) Rp
15.051.973,00 +
-------------------------
Jumlah Penghasilan neto Rp
31.676.973,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp
15.840.000,00
- status WP Kawin Rp 1.320.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan
(3 x
Rp1.320.000,00) Rp 3.960.000,00 +
--------------------------
Rp
21.120.000,00 -
------------------------
Penghasilan Kena Pajak
(PKP) Rp
10.556.973,00
Pembulatan Rp
10.556.000,00
PPh
Pasal 21
5% x Rp 10.556.000,00 = Rp 527.800,00
PPh Pasal 21 terutang
sebelumnya (1721-A2) : Rp
312.583,00 -
-----------------------
PPh Pasal 21 terutang
atas Uang Pensiun Rp 215.217,00
PPh Pasal 21 terutang
atas Uang Pensiun setiap bulan adalah:
Rp
215.217,00 : 7 = Rp 30.745,00
II. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK
HONORARIUM ATAU IMBALAN LAIN
II.A. Fitria Ratna Wardika adalah PNS golongan
III/d, pada bulan Maret 2011 menerima honorarium sebagai nara sumber sebuah
seminar yang sumber dananya berasal dari APBN sebesar Rp 5.000.000,00.
PPh Pasal 21 Final yang
terutang:
5% x Rp 5.000.000,00 = Rp
250.000
Catatan:
a. PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai
nara sumber sebagaimana dimaksud pada butir II.A tidak ditanggung pemerintah
dan dipotong PPh Pasal 21 bersifat final.
b. Bendahara pemerintah yang membayarkan
honorarium wajib:
1) memotong PPh Pasal 21 Final dan
menyetorkannya ke bank persepsi atau Kantor Pos;
2) membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21
Final paling lama akhir bulan dilakukan pembayaran;
3) melaporkan pemotongan PPh Pasal 21
Final melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21.
II.B. Yayuk, PNS Golongan II/d, pada tanggal 21
Maret 2011 menerima honorarium sebagai salah satu anggota Tim Kerja sebesar Rp
1.500.000,00, selama 6 bulan.
PPh Pasal 21 Final yang
terutang:
0% x Rp1.500.000,00 = Rp
0,00
Catatan:
Walaupun PPh
Pasal 21 Final yang dipotong Rp 0,00, Bendahara pemerintah wajib membuat bukti
pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan Maret 2011.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Salinan sesuai dengan
aslinya MENTERI
KEUANGAN
KEPALA BIRO UMUM ttd
u.b. AGUS
D.W. MARTOWARDOJO
KEPALA BAGIAN T.U.
DEPARTEMEN
ttd
GIARTO
NIP
195904201984021001