PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-24/PJ/2010
TANGGAL 30 APRIL 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ./2009 TENTANG TATA CARA
PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
memberikan kepastian dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda,
perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara
Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-61/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA.
Pasal I
Ketentuan Pasal 4
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara
Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Dokumen SKD yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
[Form-DGT 1] atau Lampiran III [Form-DGT 2] Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
(2) Dokumen SKD yang ditetapkan dalam
Lampiran III [Form-DGT 2] Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam
hal:
a. WPLN menerima atau memperoleh
penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi
pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar
modal di Indonesia, selain bunga dan dividen;
b. WPLN bank; atau
c. WPLN yang berbentuk dana pensiun yang
pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B
Indonesia dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN
kepada Pemotong/Pemungut Pajak:
a. menggunakan formulir yang telah
ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini;
b. telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
c. telah ditandatangani oleh WPLN atau
diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara
mitra P3B;
d. telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di
negara mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara
dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan
e. disampaikan
sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak
terutangnya pajak.
(4) Dalam hal WPLN tidak dapat memenuhi
ketentuan pada ayat (3) butir d, WPLN dianggap memenuhi persyaratan
administratif apabila ketentuan-ketentuan pada ayat (3) butir a, b, c, dan e
dipenuhi, dan WPLN melampirkan surat keterangan domisili yang lazim disahkan
atau diterbitkan oleh negara mitra P3B yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. menggunakan bahasa Inggris;
b. diterbitkan pada atau setelah tanggal 1
Januari 2010;
c. berupa dokumen asli atau dokumen
fotokopi yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat salah satu
Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak;
d. sekurang-kurangnya mencantumkan
informasi mengenai nama WPLN; dan
e. mencantumkan tanda tangan pejabat yang
berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di
negara mitra P3B atau tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan
kelaziman di negara mitra P3B dan nama pejabat dimaksud.
(5) Persyaratan tidak terjadi penyalahgunaan
P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dianggap terpenuhi apabila
dalam lembar kedua Lampiran II [Form-DGT 1]:
a. dalam hal WPLN adalah orang pribadi,
WPLN tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee; atau
b. dalam hal WPLN adalah badan, WPLN
merupakan perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan
secara teratur; atau
c. dalam hal WPLN adalah badan:
1) bagi penghasilan yang di dalam P3B
terkait tidak memuat persyaratan beneficial owner, WPLN menjawab bahwa pendirian
perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak
ditujukan untuk pemanfaatan P3B; atau
2) bagi penghasilan yang di dalam P3B
terkait memuat persyaratan beneficial owner, WPLN menjawab:
a) pendirian perusahaan di negara mitra
P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk pemanfaatan
P3B; dan
b) kegiatan usaha dikelola oleh manajemen
sendiri yang mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
c) perusahaan mempunyai pegawai yang
memadai; dan
d) mempunyai kegiatan atau usaha aktif;
dan
e) penghasilan yang bersumber dari
Indonesia terutang pajak di negara penerimanya; dan
f) tidak menggunakan lebih dari 50% (lima
puluh persen) dari total penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak
lain dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
(6) Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain
yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga,
dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening
yang menjadi nasabahnya.
(7) Dalam hal terdapat ketentuan dalam suatu
P3B yang mengatur bahwa pemerintah negara mitra P3B, bank sentral atau
lembaga-lembaga yang dikecualikan dari pengenaan pajak di negara sumber atas
penghasilan tertentu, maka pemerintah negara mitra P3B, bank sentral atau
lembaga dimaksud tidak perlu menyampaikan SKD untuk keperluan penerapan
ketentuan dalam P3B tersebut.
Pasal II
Ketentuan Pasal 5
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara
Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5
(1) SKD yang menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II [Form-DGT 1] yang disampaikan kepada
Pemotong/Pemungut Pajak setelah berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa
untuk masa pajak terutangnya pajak, tidak dapat dipertimbangkan sebagai dasar
penerapan ketentuan yang diatur dalam P3B.
(2) SKD yang menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II [Form-DGT 1] lembar pertama dan dalam
Lampiran III [Form-DGT 2] yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) mempunyai masa berlaku sebagai dasar penerapan P3B sampai
dengan 12 (dua belas) bulan sejak bulan SKD disahkan atau setelah bulan surat
keterangan domisili yang lazim diterbitkan oleh negara mitra P3B diterbitkan
atau disahkan.
Pasal III
Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 30
April 2010
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar