PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-40/PJ/2010
TANGGAL 9 AGUSTUS 2010
TENTANG
PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK LUAR
NEGERI
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur
bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah Negara
lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata
Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang
Seharusnya Tidak Bagi Wajib Pajak Luar Negeri;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang
Seharusnya Tidak Terutang;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA
TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dengan pemerintah Negara/jurisdiksi lain dalam rangka penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
2. Wajib Pajak luar negeri selanjutnya
disebut WPLN adalah subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Pemotong/Pemungut Pajak adalah badan
pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk
melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh WPLN sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk P3B.
4. Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang
adalah pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN yang seharusnya
tidak dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, termasuk P3B.
5. Pejabat Yang Berwenang adalah pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam P3B.
6. Prosedur Persetujuan Bersama atau
Mutual Agreement Procedures selanjutnya disebut MAP adalah prosedur yang
dijalankan oleh Pejabat Yang Berwenang akibat penerapan P3B yang tidak
sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
7. Kesepakatan Dalam Rangka MAP (mutual
agreement) adalah kesepakatan antara Pejabat Yang Berwenang dari Indonesia dan
Pejabat Yang Berwenang dari negara mitra P3B dalam rangka menjalankan MAP
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
8. Surat Keterangan Domisili yang
selanjutnya disebut SKD adalah formulir Certificate of Domicile of Non Resident
for Claiming Tax Refund of Indonesia Tax Withholding (Form-DGT 5) yang diisi
oleh WPLN.
9. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya
disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut Pajak
terdaftar sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak.
10. Surat Pemberitahuan Masa yang
selanjutnya disebut SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh
Pemotong/Pemungut Pajak untuk melaporkan penghitungan dan penyetoran atas
pemotongan atau pemungutan pajak yang telah dilakukan untuk suatu Masa Pajak
tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 2
Pajak Yang seharusnya
Tidak Terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN meliputi:
a. kesalahan pemotongan atau pemungutan
pajak yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut oleh
Pemotong/Pemungut Pajak lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong
atau dipungut berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk P3B;
b. pemotongan atau pemungutan pajak atas
penghasilan yang bukan objek pajak; atau
c. pemotongan atau pemungutan pajak yang
lebih besar daripada yang seharusnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
P3B sesuai dengan Kesepakatan Dalam Rangka MAP.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak yang dapat mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak
Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah WPLN yang tidak menjalankan
kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diajukan oleh WPLN melalui Pemotong/Pemungut Pajak.
Pasal 4
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP dengan
menggunakan Form-DGT 3 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
b. Form-DGT
3 sebagaimana dimaksud pada huruf a harus:
1) diisi dengan benar, lengkap, dan jelas;
2) diisi dalam bahasa Inggris;
3) ditandatangani oleh WPLN;
4) mencantumkan alasan permohonan WPLN
secara jelas; dan
5) mencantumkan jumlah pajak yang diminta
untuk dikembalikan;
c. dilampiri
dengan surat kuasa, dan
d. dilengkapi
dengan dokumen pendukung.
(2) Permohonan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap bukan surat permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Tidak Seharusnya Terutang,
sehingga tidak dipertimbangkan.
Pasal 5
Pemotong/Pemungut
Pajak harus menyampaikan permohonan WPLN yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Kepala KPP.
Pasal 6
Surat kuasa
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf c harus dibuat oleh WPLN
dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. menggunakan Form-DGT 4 sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
b. Form-DGT 4 sebagaimana dimaksud pada
huruf a harus:
1) diisi
dengan benar, lengkap, dan jelas;
2) diisi
dalam bahasa Inggris;
3) ditandatangani
oleh WPLN; dan
4) dilunasi
Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
5) mencantumkan
pernyataan pemberian kuasa kepada Pemotong/Pemungut Pajak untuk menyampaikan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak
Terutang beserta kelengkapannya ke KPP dan bertindak mewakili WPLN untuk
menerima pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak
Terutang.
Pasal 7
(1) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d terdiri dari:
a. SKD
dengan menggunakan Form-DGT 5 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b. bukti
pemotongan/pemungutan pajak asli yang dimintakan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak Yang Seharusnya tidak terutang;
c. surat
pernyataan WPLN bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan
dengan pajak WPLN yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan
sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri.
d. dalam
hal WPLN adalah subjek pajak dalam negeri dari negara/jurisdiksi mitra P3B
Indonesia dan menerima atau memperoleh penghasilan yang pasal terkait dalam P3B
memuat klausul beneficial owner, yaitu:
1) nama, alamat, kewarganegaraan, dan
informasi rinci mengenai dewan direksi;
2) identitas dan informasi rinci mengenai
pemegang saham;
3) jumlah pegawai dan informasi rinci
mengenai tugasnya;
4) penjelasan atas investasi yang
menimbulkan penghasilan;
5) sumber pendanaan investasi;
6) penggunaan atau rencana penggunaan
penghasilan yang bersumber dari Indonesia; dan
7) laporan keuangan dan surat
pemberitahuan pajak untuk tahun yang mencakup saat terjadinya transaksi dan 2
(dua) tahun sebelumnya;
e. dokumen
yang berkaitan dengan jenis penghasilan:
1) bunga:
a) perjanjian pemberian atau penyediaan
pinjaman/utang;
b) jurnal pencatatan penerimaan bunga;
c) rekening bank penerimaan dan penggunaan
penghasilan; dan
d) notice of interest computation;
2) dividen:
a) dividend declaration dari perusahaan
yang membayar dividen;
b) rekening bank penerimaan dan penggunaan
penghasilan; dan
c) surat keterangan dari pembayar dividen
yang menyatakan bahwa pemohon adalah pemegang saham yang berhak menerima
dividen;
3) royalty, sewa, dan penghasilan lain
dari penggunaan harta:
a) perjanjian yang terkait dengan
penyediaan harta;
b) jurnal pencatatan penerimaan
penghasilan;
c) rekening bank penerimaan dan penggunaan
penghasilan; dan
d) notice of income computation;
4) imbalan jasa, baik yang dilakukan oleh
individu maupun badan:
a) perjanjian pemberian/penyediaan jasa;
b) pernyataan WPLN bahwa WPLN tidak
menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap;
dan
c) surat keterangan dari Pemotong/Pemungut
Pajak mengenai lamanya pelaksanaan pemberian/penyediaan jasa di Indonesia;
5) penghasilan dari penjualan atau
pengalihan saham perusahaan di Indonesia:
a) perjanjian penjualan atau pengalihan
saham; dan
b) akta pemindahan hak atas saham yang
dijual atau dialihkan dari perusahaan di Indonesia yang sahamnya dijual atau
dialihkan;
6) premi asuransi dan premi reasuransi:
a) polis asuransi/reasuransi; dan
b) notice of premium computation;
7) branch profit bentuk usaha tetap:
a) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan bentuk usaha tetap; dan
b) surat keterangan Wajib Pajak bentuk
usaha tetap yang menerangkan alasan pemotongan pajak atas branch profit;
8) penghasilan lainnya:
a) pernyataan Pemotong/Pemungut Pajak
bahwa WPLN adalah pemilik sah atas penghasilan; dan
b) penjelasan WPLN mengenai substansi
penghasilan; dan
f. dokumen
lain yang menurut WPLN atau Pemotong/Pemungut Pajak perlu disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak.
(2) Form-DGT 5 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a hanya dipersyaratkan bagi WPLN yang merupakan subjek pajak
dalam negeri di Negara/jurisdiksi mitra P3B dan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. diisi
oleh WPLN dengan benar, lengkap, dan jelas.
b. ditandatangani
oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan
kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B;
c. telah
disahkan oleh Pejabat Yang Berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor
pajak yang berwenang di negara/jurisdiksi mitra P3B, yang dapat berupa tanda
tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan
kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B; dan
d. dalam
hal WPLN tidak dapat memperoleh pengesahan Pejabat Yang Berwenang di
negara/jurisdiksi mitra P3B pada Form-DGT-5 sebagaimana dimaksud pada huruf c,
pengesahan dimaksud dapat digantikan dengan surat keterangan domisili asli yang
lazim disahkan atau diterbitkan oleh negara/jurisdiksi mitra P3B dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) menggunakan bahasa Inggris;
2) sekurang-kurangnya mencantumkan
informasi mengenai nama WPLN;
3) menyebutkan tahun pajak yang mencakup
penghasilan yang terkait dengan Pajak Yang Seharus Tidak Terutang; dan
4) mencantumkan tanda tangan Pejabat Yang
Berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di
negara mitra P3B atau tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan
kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B dan nama pejabat dimaksud.
(3) Dalam hal permohonan WPLN terkait dengan
pelaksanaan Kesepakatan Dalam Rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c, dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d
terdiri dari:
a. bukti
pemotongan/pemungutan pajak asli yang dimintakan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang; dan
b. fotokopi
surat Kesepakatan Dalam Rangka MAP.
Pasal 8
Dalam rangka
menyelesaikan permohonan WPLN, Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP:
a. melakukan penelitian atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang;
b. dapat meminta keterangan dari
Pemotong/Pemungut Pajak, WPLN, Pejabat Yang Berwenang di negara mitra P3B,
dan/atau pihak lain.
Pasal 9
(1) Permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang ditolak dalam hal berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. WPLN
merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
b. pajak
yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak;
c. pajak
yang dipotong atau dipungut telah:
1) diperhitungkan dengan pajak WPLN yang
terutang di luar negeri,
2) telah dibebankan sebagai biaya dalam
penghitungan penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri, atau
3) ditanggung oleh atau menjadi beban
Pemotong/Pemungut Pajak;
d. permohonan
WPLN tidak sesuai dengan ruang lingkup P3B;
e. terjadi
penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai pencegahan
penyalahgunaan P3B; atau
f. pajak
yang dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, termasuk P3B.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang terkait dengan pelaksanaan
Kesepakatan Dalam Rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditolak
dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. pajak
yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak; atau
b. jumlah
kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak terutang menurut permohonan
WPLN lebih besar daripada jumlah kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya
Tidak Terutang berdasarkan Kesepakatan Dalam Rangka MAP.
(3) Permohonan WPLN yang bukan berasal dari
negara/jurisdiksi mitra P3B Indonesia ditolak dalam hal berdasarkan hasil
penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. WPLN
merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
b. pajak
yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak;
c. pajak
yang dipotong atau dipungut telah:
1) diperhitungkan dengan pajak WPLN yang
terutang di luar negeri;
2) dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan
penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri, atau
3) ditanggung oleh atau menjadi beban
Pemotong/Pemungut Pajak; atau
d. pajak
yang dipotong atau dipungut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Dalam hal terdapat pajak yang dipotong
atau dipungut, namun belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak, Kepala KPP
menagih pajak yang terutang kepada Pemotong/Pemungut Pajak sesuai ketentuan
yang berlaku.
(5) Dalam hal SPT Masa belum dilaporkan oleh
Pemotong/Pemungut Pajak, Kepala KPP harus menindaklanjutinya sesuai ketentuan
yang berlaku.
Pasal 10
(1) Setelah melakukan penelitian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atas nama Pemotong/Pemungut Pajak
q.q. WPLN, apabila terdapat Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang, paling lama 3
(tiga) bulan sejak permohonan WPLN diterima secara lengkap.
(2) Dalam hal permohonan WPLN ditolak,
Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP harus memberitahukan secara tertulis
kepada WPLN melalui Pemotong/Pemungut Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan WPLN diterima secara lengkap dan dengan menyebutkan alasan
penolakannya.
(3) Berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atas nama Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pajak atas nama Pemotong/Pemungut Pajak q.q. WPLN sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(4) Atas dasar Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP atas
nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran
Pajak atas nama Pemotong/Pemungut Pajak q.q. WPLN sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dengan mencantumkan nomor rekening bank yang berada di Indonesia milik
Pemotong/Pemungut Pajak dan dengan menggunakan mata uang Rupiah.
Pasal 11
Pada saat berlakunya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-09/PJ.10/1994 tentang Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Ketentuan Dalam PPPB dinyatakan tidak berlaku, kecuali untuk permohonan
pengembalian Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam rangka penerapan ketentuan P3B
yang telah diajukan oleh WPLN sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
Pasal 11
Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 9
Agustus 2010
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar