PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 137/PMK.03/2011
TANGGAL 19 AGUSTUS 2011
TENTANG
PENGENAAN PAJAK
PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 2 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan
Kegiatan Usaha Berbasis Syariah disebutkan Usaha Berbasis Syariah adalah setiap
jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
meliputi antara lain jasa keuangan syariah, dan kegiatan usaha berbasis syariah
lainnya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 25 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan
Kegiatan Usaha Berbasis Syariah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syariah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4988);
3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PEMBIAYAAN
SYARIAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008.
2. Perusahaan Syariah yang selanjutnya
disebut Perusahaan adalah lembaga keuangan di luar Bank yang melakukan kegiatan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan dari usaha Perusahaan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
4. Ijarah adalah akad penyaluran dana
untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan sebagai pemberi sewa
(mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan
barang itu sendiri.
5. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad
penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan sebagai
pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta'jir) disertai opsi pemindahan hak
milik atas barang yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
6. Wakalah bil Ujrah adalah pelimpahan
kuasa oleh satu pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah).
7. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk
pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada
pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai
laba.
8. Salam adalah akad pembiayaan untuk
pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu
dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak.
9. lstishna’ adalah akad pembiayaan untuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahni’) dan penjual (pembuat,
shani’) dengan harga yang disepakati bersama oleh para pihak.
10. Mudharabah adalah kegiatan pendanaan
yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak lain yang
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang dana
(shahibul maal) membiayai 100% (seratus persen) modal kegiatan pembiayaan untuk
proyek yang tidak ditentukan oleh Perusahaan (Mudharabah Mutlaqah) atau untuk
proyek yang ditentukan Perusahaan (Mudharabah Muqayyadah), dan keuntungan usaha
dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
11. Mudharabah Musytarakah adalah kegiatan
pendanaan yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak
lain yang bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dimana penyandang
dana (shahibul maal) dan Perusahaan selaku pengelola dana (mudharib) turut
menyertakan modalnya dalam kerja sama investasi dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
12. Musyarakah adalah kegiatan pendanaan
yang dilakukan melalui akad kerja sama antara Perusahaan dan pihak lain untuk
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
Pasal 2
(1) Ketentuan usaha pembiayaan yang
dilakukan oleh Perusahaan meliputi:
a. Sewa Guna Usaha, yang dilakukan
berdasarkan Ijarah atau Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
b. Anjak Piutang, yang dilakukan
berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
c. Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan
berdasarkan Murabahah, Salam, atau lstishna’.
d. Usaha Kartu Kredit yang dilakukan
sesuai dengan Prinsip Syariah.
e. Kegiatan pembiayaan lainnya yang
dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
(2) Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan
berdasarkan prinsip Ijarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sama
dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).
(3) Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan
berdasarkan prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi
(financial lease).
Pasal 3
Ketentuan mengenai
penghasilan, biaya dan pemotongan atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dilakukan Perusahaan berlaku
mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 4
(1) Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Perusahaan dari:
a. Sewa Guna Usaha yang dilakukan
berdasarkan Ijarah, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak
Penghasilan atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease); dan
b. Sewa Guna Usaha yang dilakukan
berdasarkan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dikenai Pajak Penghasilan atas sewa
guna usaha dengan hak opsi (financial lease).
(2) Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Perusahaan dari:
a. kegiatan usaha anjak piutang yang
dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah berupa keuntungan atau imbalan;
dan
b. kegiatan pembiayaan konsumen yang
dilakukan berdasarkan akad Murahabah, Salam, atau lstishna’ berupa margin
keuntungan atau laba, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan
Pajak Penghasilan atas bunga.
(3) Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Perusahaan dari kegiatan usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai
dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(4) Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Perusahaan dari kegiatan usaha pembiayaan lainnya yang dilakukan
sesuai dengan Prinsip Syariah berupa fee atau imbalan dengan nama dan dalam
bentuk apapun dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 5
Pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh penyandang dana (shohibul maal) dari
kegiatan pendanaan pada Perusahaan dengan akad Mudharabah, Mudharabah
Musytarakah, atau Musyarakah berupa keuntungan dan/atau bagi hasil, dikenai
Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan berupa
bunga.
Pasal 6
Perusahaan dapat
membebankan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai dengan:
a. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 dan
Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk keuntungan dan/atau bagi
hasil yang dibayarkan atau terutang oleh Perusahaan kepada penyandang dana
(shohibul maal); dan
b. Jumlah yang diperjanjikan dalam akad
berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 7
Dalam hal terdapat
transaksi pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi
Prinsip Syariah yang mendasari kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi pengalihan harta dari pihak
ketiga yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah dalam rangka
kegiatan pembiayaan oleh Perusahaan tidak termasuk dalam pengertian pengalihan
harta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Dalam hal terjadi pengalihan harta
sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pengalihan harta tersebut dianggap
pengalihan harta langsung dari pihak ketiga kepada Nasabah Perusahaan, yang
dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Pasal 8
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 19
Agustus 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 19
Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERlTA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 510
Tidak ada komentar:
Posting Komentar