PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-48/PJ/2010
TANGGAL 3 NOPEMBER 2010
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA (MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) BERDASARKAN
PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Pasal 32A
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 diatur
bahwa Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Pemerintah negara
lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
b. bahwa dalam Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara mitra
diatur mengenai Prosedur Persetujuan Bersama atau lazim disebut dengan Mutual
Agreement Procedure (MAP);
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda mengenai Prosedur Persetujuan
Bersama dimaksud, perlu ditetapkan prosedur baku sebagai petunjuk teknis
pelaksanaannya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur
Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
(MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE) BERDASARKAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah negara atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya
pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
2. Prosedur Persetujuan Bersama atau
Mutual Agreement Procedure yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur
administrative yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang
timbul dalam penerapan P3B.
3. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat
sebagaimana dimaksud dalam P3B.
4. Negara Mitra P3B adalah negara atau
yurisdiksi yang mempunyai P3B dengan Indonesia yang sudah berlaku efektif.
5. Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement
adalah hasil yang telah disepakati oleh Pejabat yang Berwenang dari Indonesia
dan Negara Mitra P3B sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.
6. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
adalah Subjek Pajak dalam negeri berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 7
TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau
memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.
7. Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra
P3B adalah Subjek Pajak dalam negeri Negara Mitra P3B berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku di negara yang bersangkutan, yang
menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan di negara
tersebut.
8. Wajib Pajak Luar Negeri adalah Subjek
Pajak luar negeri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang tersebut.
9. Warga Negara Indonesia adalah Warga
Negara Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang
kewarganegaraan.
10. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009.
11. Transfer Pricing adalah penentuan harga
yang dilakukan dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
12. Corresponding Adjustments yaitu koreksi
atau penyesuaian atas jumlah pajak yang terutang bagi Wajib Pajak suatu negara
yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak negara mitra, yang
dilakukan oleh otoritas pajak negara yang bersangkutan sehubungan dengan
koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak negara mitra
(primary adjustments), sehingga alokasi keuntungan pada dua negara atau
yurisdiksi tersebut konsisten, dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan
pajak berganda.
13. Dual Residence adalah kondisi yang
dihadapi oleh satu subjek pajak yang melakukan transaksi lintas negara atau
yurisdiksi pada saat yang sama dianggap menjadi subjek pajak dalam negeri di
masing-masing negara atau yurisdiksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku di masing-masing negara atau yurisdiksi dimaksud.
Pasal 2
MAP dilaksanakan
dalam hal terdapat:
a. permintaan yang diajukan oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia;
b. permintaan yang diajukan oleh Warga
Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B
sehubungan dengan ketentuan non diskrimasi (non-discrimination) dalam P3B yang
berlaku;
c. permintaan yang diajukan oleh Negara
Mitra P3B; atau
d. hal yang dianggap perlu oleh dan atas
inisiatif Direktur Jenderal Pajak.
BAB II
TATA CARA PENGAJUAN
DAN PELAKSANAAN MAP DARI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI
INDONESIA ATAU WARGA NEGARA INDONESIA YANG
MENJADI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI NEGARA MITRA P3B
Pasal 3
(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan antara lain dalam hal:
a. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan pajak atau akan dikenakan pajak karena
melakukan praktik Transfer Pricing sehubungan adanya transaksi dengan Wajib
Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang mempunyai hubungan istimewa;
b. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B
mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan P3B sehubungan dengan keberadaan atau penghasilan bentuk usaha tetap
yang dimiliki oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia di Negara Mitra P3B;
c. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia menganggap bahwa tindakan Negara Mitra P3B
mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan P3B sehubungan dengan pemotongan pajak di Negara Mitra P3B; atau
d. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia yang juga merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri
Negara Mitra P3B meminta pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP untuk
menentukan status dirinya sebagai Wajib Pajak dalam negeri dari salah satu
negara tersebut.
(2) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan dalam hal Warga Negara
Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B
dikenakan atau akan dikenakan pajak di Negara Mitra P3B yang lebih berat
dibandingkan dengan yang dikenakan oleh Negara Mitra P3B kepada warganegaranya
(kasus non diskriminasi berdasarkan ketentuan P3B yang berlaku).
(3) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan dalam P3B yang berlaku.
Pasal 4
(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a disampaikan dengan permohonan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menyampaikan informasi sekurang-kurangnya
mengenai:
a. nama,
Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, dan jenis usaha Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia yang mengajukan permintaan;
b. nama,
Nomor Identitas Wajib Pajak, alamat, dan jenis usaha Wajib Pajak di Negara
Mitra P3B yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak yang mengajukan
permintaan, khusus dalam hal terkait dengan transaksi Transfer Pricing;
c. tindakan
yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B atau
otoritas pajak Negara Mitra P3B, yang telah dianggap tidak sesuai dengan
ketentuan P3B oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
d. penjelasan
apakah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia telah mengajukan atau akan mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan, permohonan banding kepada badan peradilan pajak,
atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), atau
Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, atas hal-hal yang dimintakan MAP;
e. Tahun
Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia;
f. penjelasan
mengenai transaksi yang telah dilakukan koreksi oleh otoritas pajak Negara
Mitra P3B, yang meliputi substansi transaksi, nilai koreksi, dan dasar
dilakukannya koreksi;
g. pendapat
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia sehubungan dengan koreksi yang telah
dilakukan oleh otoritas Negara Mitra P3B Indonesia;
h. pihak
yang dapat dihubungi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka tindak lanjut
atas permintaan untuk melaksanakan MAP yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia;
i. nama
kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal kantor
pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia yang mengajukan permintaan MAP; dan
j. ketentuan
dalam P3B yang menurut Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia tidak diterapkan
secara benar dan pendapat Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atas penerapan
dari ketentuan P3B tersebut, apabila permintaan MAP berkaitan dengan penerapan
ketentuan P3B yang tidak semestinya.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau
wakilnya yang sah berdasarkan ketentuan Undang-Undang KUP, dan dalam hal
ditandatangani oleh kuasa, wajib dilampiri surat kuasa khusus.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukung dan disampaikan dalam
jangka waktu yang ditetapkan dalam P3B yang berlaku, yang dihitung setelah
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan atau akan dikenakan pajak yang
tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B.
(4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib
meneliti kelengkapan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
melengkapi dengan dokumen-dokumen perpajakan yang terkait yang terdapat dalam
administrasi Kantor Pelayanan Pajak, untuk selanjutnya diteruskan kepada
Direktur Peraturan Perpajakan II paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari kalender sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima lengkap.
(5) Dalam hal permintaan MAP disampaikan
tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan surat pemberitahuan
kepada Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender
sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima, yang menyatakan bahwa
permintaan untuk melaksanakan MAP tidak lengkap dan meminta Wajib Pajak untuk
melengkapi hal-hal yang belum lengkap.
(6) Direktur Peraturan Perpajakan II
meneliti dan mempertimbangkan permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(7) Dalam hal permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diproses lebih lanjut untuk dikonsultasikan dengan
Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II
mengirimkan permintaan MAP secara tertulis kepada Pejabat yang Berwenang di
Negara Mitra P3B.
(8) Direktur Peraturan Perpajakan II atas
nama Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah melewati batas waktu
penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut
permohonan keberatan dimaksud; atau
c. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia mengajukan permohonan banding kepada badan
peradilan pajak atas permasalahan yang dimintakan MAP dan tidak mencabut
permohonan Banding dimaksud;
paling lama dalam jangka waktu 15
(lima belas) hari kalender sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima
dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau sejak diketahui Wajib Pajak yang
bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
(9) Direktur Peraturan Perpajakan II dapat
meminta penjelasan lebih lanjut kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia,
termasuk meminta dokumen-dokumen pendukung dan informasi yang diperlukan, serta
dapat meminta informasi atau bantuan dari direktorat lain, unit pelaksana
teknis dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Pasal 5
(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b disampaikan dengan permohonan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Peraturan Perpajakan II
dengan menyampaikan informasi sekurang-kurangnya mengenai:
a. nama,
alamat, dan kegiatan usaha Warga Negara Indonesia yang mengajukan permintaan;
b. tindakan
atau pengenaan pajak yang telah dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B
yang dianggap lebih berat dibandingkan dengan tindakan atau pengenaan pajak
yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B dimaksud kepada warga
negaranya sendiri;
c. Tahun
Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan;
d. pihak
yang dapat dihubungi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka tindak lanjut
atas permohonan yang telah disampaikan oleh yang bersangkutan; dan
e. nama
kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal kantor
pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh yang bersangkutan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukung dan disampaikan dalam
jangka waktu yang ditetapkan dalam P3B yang berlaku, yang dihitung setelah yang
bersangkutan dikenakan atau akan dikenakan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan dalam P3B.
(3) Direktur Peraturan Perpajakan II
meneliti dan mempertimbangkan permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diproses lebih lanjut untuk dikonsultasikan dengan
Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II
mengirimkan permintaan secara tertulis untuk melaksanakan MAP kepada Pejabat
yang Berwenang di Negara Mitra P3B.
(5) Direktur Peraturan Perpajakan II atas
nama Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam hal permintaan untuk melaksanakan MAP disampaikan setelah melewati
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permintaan untuk
melaksanakan MAP dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B Indonesia
yang berlaku, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalendar
sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima.
Pasal 6
(1) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia yang mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP juga mengajukan
permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 36 ayat
(1) huruf b Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat memproses
pengajuan permintaan MAP.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama sebelum dikeluarkannya keputusan atas permohonan pembetulan
atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Bersama dimaksud dituangkan dalam keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum
menghasilkan Persetujuan Bersama dan Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang
bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak, Direktur Jenderal Pajak
menghentikan pelaksanaan MAP dan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib
Pajak, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak
diketahui Wajib Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
Pasal 7
(1) Dalam
hal dipandang perlu, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan
konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B untuk
menindaklanjuti permintaan MAP yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam
Negeri Negara Mitra P3B.
(2) Sebelum dicapainya Persetujuan Bersama,
Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia
yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B mengenai isi
rancangan Persetujuan Bersama untuk memperoleh konfirmasi bahwa yang
bersangkutan dapat menerima isi rancangan Persetujuan Bersama.
(3) Direktur Jenderal Pajak menyepakati
Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B setelah Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam
Negeri Negara Mitra P3B memberikan konfirmasi bahwa yang bersangkutan dapat
menerima kesepakatan dimaksud.
(4) Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus diberikan paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan.
(5) Dalam hal Persetujuan Bersama
mengakibatkan perubahan besarnya pajak yang terutang di Indonesia sebagaimana
tercantum dalam surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat
Keputusan Pengurangan atau Surat Keputusan Pembatalan surat ketetapan pajak,
Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan, pengurangan atau pembatalan atas
surat ketetapan pajak atau surat keputusan dimaksud sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
(6) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan
Persetujuan Bersama kepada Wajib Pajak secara tertulis.
Pasal 8
(1) Direktur Jenderal Pajak menghentikan
pelaksanaan MAP dalam hal:
a. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi
Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang menyampaikan permintaan untuk
melaksanakan MAP:
1) menyampaikan surat pembatalan
permintaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak;
2) tidak menyetujui isi rancangan
Persetujuan Bersama;
3) tidak memenuhi seluruh permintaan data,
informasi, atau dokumen yang diperlukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
4) menyampaikan informasi yang tidak benar
kepada Direktur Jenderal Pajak; atau
b. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia yang menyampaikan permintaan untuk melaksanakan
MAP mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atau
permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak mengenai penghentian pelaksanaan
MAP, paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak
penghentian diputuskan.
Pasal 9
Tata Cara Pengajuan
dan Pelaksanaan MAP dari Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara
Indonesia yang Menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
yang merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan.
BAB III
TATA CARA PENANGANAN
PERMINTAAN MAP
DARI NEGARA MITRA P3B
Pasal 10
(1) Permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilakukan antara lain dalam hal:
a. Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B;
b. terjadi
koreksi Transfer Pricing di Indonesia atas Wajib Pajak Luar Negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia;
c. Negara
Mitra P3B meminta dilakukan Corresponding Adjustments sehubungan dengan koreksi
Transfer Pricing yang dilakukan otoritas Pajak negara yang bersangkutan atas
Wajib Pajak dalam negerinya yang melakukan transaksi hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
d. terjadi
pemotongan pajak oleh Wajib Pajak di Indonesia sehubungan dengan penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan dalam
P3B; atau
e. penentuan
negara domisili dari Wajib Pajak yang mempunyai status sebagai Wajib Pajak
Dalam Negeri Indonesia dan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B (Dual
Residence).
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menolak
permintaan MAP yang diajukan oleh Negara Mitra P3B yang berkaitan dengan
koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh Negara Mitra P3B yang
bersangkutan, dalam hal tidak terdapat ketentuan mengenai Corresponding
Adjustments dalam P3B Indonesia yang berlaku.
Pasal 11
(1) Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur
Peraturan Perpajakan II memberitahukan permintaan untuk melaksanakan MAP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak yang terkait dengan permintaan dimaksud terdaftar.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi informasi mengenai:
a. nama
Negara Mitra P3B yang mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP;
b. tanggal
diterimanya permintaan MAP;
c. nama,
Nomor Pokok Wajib Pajak, dan alamat bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak dalam
negeri yang terkait;
d. nama
dan alamat Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang terlibat, dalam hal
terjadi kasus Transfer Pricing; dan
e. nama
dan alamat Wajib Pajak terkait serta Tahun Pajak yang akan dibahas dalam kasus
Dual Residence.
Pasal 12
(1) Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan
MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c untuk permintaan MAP sehubungan
dengan Corresponding Adjustments dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
yang terkait tidak mengajukan permintaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Peraturan Perpajakan II atas
nama Direktur Jenderal Pajak meminta pernyataan secara tertulis dari Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia untuk memastikan bahwa yang bersangkutan tidak
mengajukan permintaan MAP.
Pasal 13
Dalam hal pokok
permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh Wajib Pajak di Indonesia yang dianggap tidak sesuai dengan
ketentuan P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan secara tertulis
kepada Wajib Pajak dimaksud mengenai permintaan MAP dari Negara Mitra P3B dan
dapat meminta penjelasan mengenai dasar pemotongan atau pemungutan pajak,
substansi transaksi, dan meminta dokumen yang diperlukan melalui Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pasal 14
Dalam menindaklanjuti
permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, Direktur Peraturan
Perpajakan II dapat meminta informasi atau bantuan dari direktorat lain, unit
pelaksana teknis dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak.
Pasal 15
(1) Dalam hal permintaan MAP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terkait dengan bentuk usaha tetap di Indonesia
dan bentuk usaha tetap dimaksud juga mengajukan permohonan pembetulan atau
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP,
Direktur Jenderal Pajak dapat melaksanakan MAP dan memproses permohonan
pembetulan atau permohonan pengurangan, atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan
Persetujuan Bersama sebelum dikeluarkannya keputusan atas permohonan pembetulan
atau permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Bersama dimaksud dituangkan dalam keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum
menghasilkan Persetujuan Bersama dan Wajib Pajak yang terkait dengan permintaan
untuk melaksanakan MAP mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak, Direktur Jenderal
Pajak menghentikan pelaksanaan MAP dan memberitahukan secara tertulis kepada
Negara Mitra P3B yang mengajukan permintaan MAP.
Pasal 16
(1) Dalam hal dipandang perlu atau atas
permintaan Negara Mitra P3B Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak dapat
melakukan pertemuan konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra
P3B yang bersangkutan untuk menindaklanjuti permohonan MAP yang dilakukan oleh
negara mitra dimaksud.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
menyepakati Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B, Direktur Peraturan
Perpajakan II segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang terkait terdaftar.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera
menyampaikan Persetujuan Bersama secara tertulis kepada Wajib Pajak terkait.
(4) Dalam hal Persetujuan Bersama
mengakibatkan perubahan besarnya pajak yang terutang di Indonesia dalam surat
ketetapan pajak, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Pengurangan
atau Surat Keputusan Pembatalan surat ketetapan pajak, Direktur Jenderal Pajak
melakukan pembetulan, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak atau
surat keputusan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Dalam hal Persetujuan Bersama berkaitan
dengan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan di Indonesia, tindak
lanjutnya dapat dilakukan berdasarkan prosedur atau tata cara pengembalian
pajak yang seharusnya tidak terutang, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 17
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menolak
atau menghentikan pelaksanaan MAP dalam hal:
a. permintaan
MAP disampaikan oleh Negara Mitra P3B setelah batas waktu pelaksanaan MAP
sebagaimana ditetapkan dalam P3B;
b. pokok
permohonan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B tidak termasuk ke dalam ruang
lingkup MAP sebagaimana diatur dalam P3B yang berlaku;
c. Negara
Mitra P3B membatalkan permintaan MAP;
d. permintaan
melaksanakan MAP terkait dengan bentuk usaha tetap di Indonesia dan bentuk
usaha tetap dimaksud mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak;
e. Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait dengan permintaan MAP sehubungan
dengan koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra
P3B atas Wajib Pajak Dalam Negerinya, tidak mengajukan permohonan MAP;
f. Wajib
Pajak yang diterbitkan surat ketetapan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak
yang menjadi fokus dari permintaan MAP tidak memberikan seluruh dokumen yang
diperlukan;
g. Direktorat
Jenderal Pajak tidak mungkin untuk mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan
untuk melaksanakan konsultasi dalam rangka MAP karena telah terlewatinya waktu
yang lama setelah penerbitan surat ketetapan pajak di Indonesia; atau
h. terdapat
indikasi kuat bahwa pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP tidak akan
menghasilkan keputusan yang tepat.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak dan
Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B bersepakat untuk menghentikan
pelaksanaan MAP, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada Wajib Pajak terkait.
Pasal 18
Tata Cara Penanganan
Permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan satu bagian
yang tidak terpisahkan.
BAB IV
PELAKSANAAN MAP ATAS
INISIATIF DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Pasal 19
Direktur Jenderal
Pajak dapat mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf d tanpa berdasarkan permintaan dari Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia atau dari Negara Mitra P3B, untuk:
a. meninjau ulang (me-review) Persetujuan
Bersama yang telah disepakati sebelumnya karena terdapat indikasi
ketidakbenaran informasi atau dokumen yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia maupun Negara Mitra P3B;
b. meminta dilakukan Corresponding
Adjustments atas koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia sehubungan dengan
transaksi hubungan istimewa dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B;
c. membuat penafsiran atas suatu ketentuan
tertentu dalam P3B yang diperlukan dalam pelaksanaan P3B yang bersangkutan;
atau
d. melaksanakan hal-hal lain yang
diperlukan dalam rangka melaksanakan ketentuan P3B.
Pasal 20
Direktur Peraturan
Perpajakan II dapat meminta dokumen dan/atau informasi tambahan yang terkait
dengan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dari Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atau melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia tersebut terdaftar.
Pasal 21
(1) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
mengajukan permintaan untuk melaksanakan MAP kepada Negara Mitra P3B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang berkaitan dengan Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia, Direktur Peraturan Perpajakan II memberitahukan secara
tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait mengenai:
a. tanggal
pengajuan permintaan untuk melaksanakan MAP;
b. nama
Negara Mitra P3B yang terkait;
c. pokok-pokok
yang diajukan dalam surat permintaan MAP;
d. argumentasi
pengajuan permintaan MAP; dan
e. informasi
lain yang diperlukan.
(2) Dalam hal dipandang perlu, Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan konsultasi dengan Pejabat yang
Berwenang dari Negara Mitra P3B untuk menindaklanjuti MAP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19.
(3) Dalam hal tercapai Persetujuan Bersama
dengan Negara Mitra P3B yang berkaitan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Persetujuan Bersama
secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia terkait.
(4) Dalam hal pelaksanaan MAP yang berkaitan
dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dihentikan tanpa menghasilkan
Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II
menyampaikan pemberitahuan penghentian MAP kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
terkait.
Pasal 22
Tata Cara Pelaksanaan
MAP atas Inisiatif Direktur Jenderal Pajak adalah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan satu bagian
yang tidak terpisahkan.
BAB V
PELAKSANAAN
KONSULTASI DALAM RANGKA MAP
Pasal 23
(1) Pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam
rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 16 ayat (1), dan
Pasal 21 ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Peraturan Perpajakan II atau oleh
Tim Pelaksana/Delegasi Perunding yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak
dengan mempertimbangkan masukan dari Direktur Peraturan Perpajakan II.
(2) Direktur Peraturan Perpajakan II memberi
masukan kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai direktorat, unit pelaksana
teknis, dan/atau unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam pelaksanaan MAP untuk
menjadi bagian dari Tim Pelaksana/Delegasi Perunding.
(3) Direktorat Peraturan Perpajakan II atau
Tim Pelaksana/Delegasi Perunding menyiapkan posisi Direktorat Jenderal Pajak
dalam pelaksanaan MAP dan melaksanakan MAP sesuai dengan posisi yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 24
(1) Dalam hal permintaan untuk melaksanakan
MAP terkait dengan koreksi Transfer Pricing, Direktur Jenderal Pajak dapat
membentuk Tim Khusus yang mempunyai tugas menyiapkan posisi (position paper)
Direktorat Jenderal Pajak, melakukan koordinasi serta supervisi atas unit-unit
yang terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP yang terkait dengan
koreksi Transfer Pricing, dan menjadi anggota delegasi perunding dalam
pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam rangka MAP.
(2) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari perwakilan Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Pemeriksaan dan Penagihan, dan unit pelaksana pemeriksaan yang terkait dengan
koreksi Transfer Pricing yang akan dibahas dalam pelaksanaan pertemuan
konsultasi dalam rangka MAP.
(3) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat meminta data, informasi atau dokumen yang diperlukan terkait
dengan koreksi Transfer Pricing kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang
terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP.
(4) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia tidak memenuhi seluruh permintaan data, informasi atau dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak dapat menghentikan
pelaksanaan MAP tersebut.
Pasal 25
Direktur Jenderal
Pajak mengembalikan dokumen Wajib Pajak yang disampaikan dalam rangka
pelaksanaan MAP dalam hal:
a. pelaksanaan MAP batal untuk
dilaksanakan atau dihentikan; atau
b. telah dicapai Persetujuan Bersama
dengan Negara Mitra P3B.
Pasal 26
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai
berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 3
November 2010
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar